اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ
وَ عَلَى آلِ مُحَمَّد
*Percakapan dengan Aminah *
Karena kejadian itu, Halimah
kembali ke Mekah dan menyerahkan Muhammad kepada ibunya. Aminah menerima
kedatangan mereka dengan rasa heran,
"Mengapa engkau
mengantarkannya kepadaku, wahai ibu susuan? Padahal sebelumnya engkau meminta
ia tinggal denganmu?"
"Ya," jawab
Halimah,
"Allah telah
membesarkan Muhammad. Aku sudah menyelesaikan apa yang menjadi tugasku. Aku
merasa takut karena ada banyak kejadian terjadi padanya. Jadi, ia aku
kembalikan kepadamu seperti yang engkau inginkan."
"Sebenarnya, apa yang
terjadi?" tanya Aminah, "berkatalah dengan benar kepadaku."
Halimah terdiam sejenak,
lalu bercerita dengan rasa berat, "Ada dua orang berbaju putih membawanya
ke puncak bukit. Mereka membelah dan mengeluarkan sesuatu dari dalam
dadanya."
Setelah berkata demikian,
Halimah mengangkat wajahnya memandang Aminah, tetapi ia terkejut melihat wajah
Aminah demikian tenang.
"Apakah engkau takut
setanlah yang mengganggunya?" tanya Aminah.
Halimah mengangguk,
"Itulah sebenarnya yang
membuatku khawatir sehingga cepat-cepat mengembalikannya kepadamu."
Aminah menarik napas.
"Demi Allah,"
katanya,
"Setan tidak akan
mendapatkan jalan untuk masuk ke dalam jiwa Muhammad. Sesungguhnya, anakku akan
menjadi orang besar di kemudian hari. Ketika aku mengandungnya, aku melihat
sinar keluar dari perutku. Dengan sinar tersebut aku bisa melihat istana-istana
Busra di Syam menjadi terang-benderang.
Demi Allah, aku belum pernah
melihat orang mengandung yang lebih ringan dan lebih mudah seperti yang
kurasakan. Ketika aku melahirkannya, ia meletakkan tangannya di tanah dan
kepalanya menghadap ke langit."
Halimah mendengar semua itu
dengan takjub. Aminah menyentuh tangan Halimah dan berkata lembut,
"Biarkan ia bersamamu
dan pulanglah dengan tenang."
Muhammad kecil pun kembali
dibawa pulang. Namun, lagi-lagi terjadi sebuah peristiwa yang akhirnya membuat
Halimah benar-benar kawatir dan mengembalikan Muhammad kepada ibunya.
اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ
وَ عَلَى آلِ مُحَمَّد
Orang-Orang Habasyah
"Kak, tunggu!"
seru Muhammad sambil berlari menuruni bukit. Saat itu, usia Muhammad sudah 5
tahun. Ia sedang berlari mengejar saudara-saudaranya, yaitu anak-anak Halimah.
Mereka sedang menggembala kambing.
"Ayo Muhammad kejar
kami kalau bisa!" ujar Syaima, anak perempuan sulung Halimah sambil
tertawa.
Anak-anak itu terus bermain.
Diam-diam, ada beberapa orang Nasrani dari Habasyah sedang memerhatikan mereka.
"Lihat, Kak! Itu Ibu
datang!" seru Muhammad.
Anak-anak menoleh. Mereka
memekik senang melihat Halimah datang menjemput.
Namun, wajah Halimah tampak
khawatir. Ia mencurigai beberapa bayangan yang sedang mengintai sambil
berbisik-bisik di kejauhan. Hatinya makin berdebar ketika orang-orang Habasyah
itu datang mendekat. Tanpa memedulikan dirinya, mereka langsung mendekati
Muhammad.
"Paman mau apa?"
tanya Muhammad.
"Berbaliklah, Nak! Kami
ingin melihat punggungmu!" perintah salah seorang dari mereka.
Muhammad membalikkan badan,
lalu orang-orang Habasyah itu saling pandang dengan wajah terkejut. Tanpa
berkata apa-apa lagi, mereka berbalik ke tempat semula dan kembali berunding
berbisik-bisik.
"Kalian bermainlah
lagi, Ibu akan mencari tahu apa yang mereka bicarakan!" kata Halimah
kepada Muhammad dan saudara-saudaranya.
Diam-diam, Halimah mendekati
tempat orang-orang Habasyah itu berada dan terkejut mendengar apa yang mereka
katakan,
"Kita harus merampas
anak ini dan membawanya kepada raja di negeri kita. Kita telah mengetahui seluk
beluk tentang dia! Ada tanda di punggungnya yang meramalkan anak ini kelak akan
menjadi orang besar."
Diam-diam, Halimah menjauh,
"Aku harus melarikan Muhammad
dari mereka sekarang juga!"
Tanda-Tanda Rasul Terakhir
pada Injil
Orang-orang Nasrani Habasyah
itu tahu bahwa seorang Rasul terakhir akan dibangkitkan dan mereka
diperintahkan mengikutinya seperti yang tertera pada Injil di bagian Kitab
Ulangan (18): 15-22,
"Bahwa seorang Nabi di
antara kamu, dari antara segala saudaramu dan yang seperti aku ini, yaitu akan
dibangkitkan oleh Tuhan Allah-mu bagi kamu, maka dia haruslah kamu
dengar."
اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ
وَ عَلَى آلِ مُحَمَّد
Muhammad Menghilang
Halimah cepat-cepat mengajak
Muhammad pergi, namun dari kejauhan orang-orang Habasyah itu terlihat bergegas
mengikuti mereka. Untunglah Halimah mengenal daerah itu dengan baik, sehingga
mereka bisa melepaskan diri dari kejaran orang-orang Habasyah walaupun dengan
susah payah.
Tidak berapa lama kemudian,
Halimah berkemas menyiapkan Muhammad untuk segera kembali ke Mekah.
Sedih sekali Muhammad harus
berpisah dengan saudara-saudaranya. Syaima, Unaisah, dan Abdullah.
"Muhammad, jangan
lupakan kami ya?" pinta Syaima dengan mata berkaca-kaca.
Muhammad mengangguk sambil
memeluk mereka satu persatu. Kemudian, berangkatlah Muhammad meninggalkan dusun
Bani Sa'ad dengan semua kenangan indah yang tidak akan pernah hilang dari
benaknya seumur hidup.
Halimah mengelus kepala
Muhammad penuh sayang,
"Bergembiralah,
Muhammad. Engkau akan berjumpa dengan ibu dan kakekmu."
Mekah pada malam hari sangat
ramai ketika mereka tiba. Saat melalui
kerumunan orang itulah, Muhammad terpisah dan hilang. Halimah kebingungan.
Ia takut orang-orang Habasyah itu diam-diam masih mengikuti mereka dan
mengambil kesempatan ini untuk menculik Muhammad.
Sambil menangis, Halimah
mendatangi Abdul Muthalib, "Sungguh, pada malam ini, aku datang dengan
Muhammad, namun ketika aku melewati Mekah Atas, ia menghilang dariku. Demi
Allah, aku tidak tahu di mana kini ia berada."
Setelah memerintahkan orang
untuk mencari, Abdul Muthalib berdiri di samping Ka'bah, lalu berdoa kepada
Allah agar Dia mengembalikan Muhammad kepadanya.
اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ
وَ عَلَى آلِ مُحَمَّد
Bagian 12 |
Bagian 14
Tidak ada komentar:
Posting Komentar